YOGYAKARTA, voiceogja.com – Isu reformasi institusi kepolisian kembali mengemuka seiring desakan agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem, tata kelola, dan perilaku aparat di lapangan. Pasca reshuffle kabinet Jilid 1, muncul gagasan bahwa kepolisian sebaiknya dikembalikan berada di bawah Kementerian Pertahanan, bersatu kembali dengan “saudara tuanya” yakni TNI, termasuk terkait anggaran dan tata kelola sebagaimana tatanan awal.
Gagasan tersebut lahir dari keresahan publik atas praktik pungutan liar atau pungli yang masih sering terjadi dalam pelayanan kepolisian. Sistem yang ada dinilai perlu direvisi total. Seluruh dana yang dikeluarkan masyarakat harus memiliki dasar hukum yang jelas agar tidak dikategorikan pungli.
Selain itu, tarif resmi layanan kepolisian juga perlu ditinjau kembali dan disesuaikan, baik untuk kendaraan roda dua maupun roda empat. Prinsipnya, STOP PUNGLI harus benar-benar diwujudkan. Jika ada tambahan biaya, sebaiknya diarahkan untuk mensejahterakan personel kepolisian melalui regulasi yang sah, bukan dibebankan secara ilegal kepada masyarakat.
Kritik keras juga diarahkan terhadap tindakan represif aparat dalam menangani aksi demonstrasi. Ada desakan tegas agar Kapolda dan Kapolres yang terlibat pembiaran atau tindakan anarkis segera diganti. Seluruh personel kepolisian diminta menjalani pelatihan ulang agar mampu menghadapi massa aksi dengan pendekatan humanis, bukan kekerasan. Oknum yang terbukti memukuli pendemo hingga berdarah-darah harus diberikan sanksi tegas tanpa pandang bulu.
Masyarakat mengingatkan, sebelum turun ke lapangan dalam mengawal aksi, aparat kepolisian seharusnya menyadari bahwa pihak yang dihadapi bukanlah koruptor, maling, atau pencuri uang rakyat. Mereka adalah rakyat sendiri, warga negara yang sedang menyuarakan aspirasi karena kebijakan pemerintah dianggap tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Aparat berkewajiban mengawal dan melindungi, bukan memukul dan mengintimidasi.
Pesan yang sama juga ditujukan kepada pemerintah. Setiap kebijakan yang dilahirkan semestinya berlandaskan pada tujuan mensejahterakan rakyat. Kebijakan negara tidak boleh menjadi alat penindasan, pemerasan, atau bahkan menjajah rakyatnya sendiri.
Dorongan reformasi kepolisian dan perbaikan regulasi hukum menjadi suara publik yang tidak boleh diabaikan. Harapannya, langkah nyata segera diambil agar kepolisian benar-benar kembali kepada jati dirinya: sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat.
Tim Redaksi


















