SLEMAN, voicejogja.com – Menyongsong Hari Tani Nasional, 24 September 2025. Bertempat di JJ Art, Kafe and Resto, Nologaten Caturtunggal Depok (22/9/2025) malam, Komunitas TUK bersuara tentang mata air, pertanian dan pelestarian alam. Ketiganya dibincangkan secara hangat oleh komunitas seniman, budayawan dan petani serta mahasiswa.
Mata air menjadi unsur vital kehidupan di bumi. Mata air tidak terjaga bumi terancam kekeringan. Mata air mati manusia kelaparan. Wilayah tropis di musim panas kekeringan, di musim hujan banjir dimana-mana. Sistem pertanian tidak bisa berjalan semestinya.
“Situasi paradoks petani hari ini, petani tidak untung. Petani dianggap pekerjaan kotor penuh lumpur, petani pekerjaan kasar, yang untung besar tengkulaknya. Ironisnya pemerintah tidak mampu hadir sebagai solusi permasalahan petani,” ungkap Bung Heru, Eks Presiden AFA saat berbagi.
“Akademisi juga tidak mau hadir mendampingi petani. Ini adalah tanggungjawab negara dengan berbagai regulasi yang memihak petani. Sehingga petani memiliki kebanggaan sebagai salah satu unsur kehidupan berbangsa dan bernegara,” lanjut Bung Heru.

Suasana diskusi Bertempat di JJ Art, Kafe and Resto, Nologaten Caturtunggal Depok (22/9/2025) malam.
Ditengah pertanian yang serba kimia sintetis (pupuk, insectisida) Mas Dhimas, petani muda berbasis kearifan lokal. Ia memiliki slogan Petani Muda Naik Mercy. Pihaknya menawarkan 10 SOP teknologi pertanian leluhur. Perlakuan pemuliaan tanah mulai dari kuras sumber air, saluran iri gasi, menyemai benih sampai dengan nglungguhke Mbok Sri dan Joko Sadono di pedaringan (lumbung).
Untuk pupuk, lanjut Dhimas, kami produksi sendiri. Bahannya menggunakan limbah alami pertanian itu sendiri. Serta cara menetralisir hama dengan asap merang asap dupa/kemenyan.
“Saya melakukan riset dan membuat film dokumenter berdurasi 70 menit mengenai 10 S.O.P Pertanian leluhur yang saya temukan masih aktif dilakukan di wilayah Kabupaten Blitar,” kata Mas Dhimas mengakhiri uraiannya.
Pada diskusi tersebut juga menghadirkan Mas Edwin, dari Komunitas Akar Nafas yang konsen di bidang pelestarian hutan mangrove di Baros, Kretek, Bantul, Yogyakarta. Menurutnya, alam harus dijaga, pelestarian alam akan berdampak pada ketersediaan oksigen, mata air, ketersediaan air tanah dan keseimbangan alam.
Khusus hutan manggrove dia menjaga abrasi pantai, memecah ombak, melindungi dari tsunami, menetralisir air asin dan melindungi lahan pertanian dekat pantai dari angin basa.
“Alam harus dijaga, pelestarian alam harus dilakukan, alam rusak mata air mati. Jika alam kekeringan manusia dan kehidupan menuju punah,” urai Mas Edwin singkat, tegas dan dalam.

Para pemateri secara bergiliran menyampaikan pandangannya.
Diskusi berjalan aktif dan progresif. Komunitas TUK akan menyusun program-program berikutnya.
“Kritis bersuara dan agresif melakukan tindakan nyata. Melakukan dialog-dialog edukatif, bersuara melalui media dan melakukan tindakan nyata dalam pelestarian mata air, pemberdayaan petani dan pelestarian alam. Rahayu,” ucap Eko Hand, Ketua Yayasan Taman Sesaji Nusantara, melalui pesan WhatsApp. (Mbah M)
Editor : Mukhlisin Mustofa/Red



















