Breaking News

Home / Berita / Daerah / Hukum

Jumat, 17 Oktober 2025 - 07:28 WIB

BBWSSO Tutup Akses bagi Jurnalis, Bentuk Baru Arogansi Kekuasaan?

SLEMAN, voicejogja.com — Kebebasan pers kembali tercoreng. Insiden memalukan terjadi di lingkungan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO), ketika sejumlah jurnalis dilarang masuk untuk melakukan peliputan dan konfirmasi terkait aksi unjuk rasa para penambang rakyat Sungai Progo, Rabu (15/10/2025) pagi.

Larangan tersebut bukan datang dari aturan tertulis, melainkan dari instruksi lisan yang dikatakan sebagai “perintah pimpinan”. Security di gerbang hanya menyampaikan satu kalimat dingin: “Maaf, wartawan tidak boleh masuk, ini perintah pimpinan.”

Padahal, para jurnalis datang dengan identitas jelas, membawa kartu pers, dan menjalankan tugas konstitusional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam pasal 4 ayat (3) undang-undang itu ditegaskan bahwa “untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan serta informasi.”

Dengan menutup akses informasi, BBWSSO bukan hanya bersikap diskriminatif terhadap jurnalis, tetapi juga secara nyata melanggar hak publik untuk tahu. Apa yang disembunyikan dari masyarakat? Mengapa lembaga pemerintah yang seharusnya melayani publik justru menutup diri dan menghalangi kerja pers?

Baca Juga:  Kemensos Dorong Ekonomi Peduli Lewat Pelatihan Care Economy di Makassar

Aksi unjuk rasa para penambang rakyat di halaman BBWSSO seharusnya menjadi momentum transparansi—tempat publik menilai sejauh mana negara hadir untuk menengahi persoalan perizinan tambang rakyat yang selama ini menggantung. Namun yang terjadi, justru represi halus terhadap kerja jurnalistik.

Seorang jurnalis lokal yang berada di lokasi menyampaikan kekecewaannya.

“Kami hanya ingin menjalankan tugas, bukan mengganggu. Tapi akses ke dalam ditutup. Ini jelas bentuk pembatasan kerja pers,” ujarnya.

Jika lembaga pemerintah mulai menormalisasi tindakan melarang wartawan melakukan peliputan, maka yang terancam bukan hanya profesi jurnalis, melainkan demokrasi itu sendiri.

Pers adalah mata dan telinga rakyat. Menutup mata pers sama saja dengan membutakan publik terhadap kenyataan.

Sudah saatnya publik dan komunitas pers bersatu mengecam tindakan semacam ini. Karena di balik pagar yang tertutup bagi wartawan, ada aroma ketertutupan yang menguarkan tanda tanya besar: ada apa dengan BBWSSO? (M. Arifin)

Editor : Mukhlisin Mustofa/Red

Share :

Baca Juga

Daerah

Kapolri Tinjau Persiapan Arus Mudik Lebaran 2025 di Stasiun Tugu Yogyakarta

Daerah

Dr. Haryadi Baskoro Dilantik sebagai Dewan Kehormatan PERADI Yogyakarta, Siap Tegakkan Etika Hukum

Berita Unggulan

Shalat Iduladha di Tidore Berlangsung Khidmat, Pemkot Salurkan 90 Hewan Kurban

Daerah

Meutya Hafid Ajak Mahasiswa Sumatera Utara Bersama Memerangi Judi Online Melalui Literasi Digital

Daerah

Pemkab Sleman Genjot Transparansi, Bupati Harda Minta OPD Tak Abai pada Pelayanan Informasi Publik

Daerah

Kemensos Kirim Bantuan untuk Korban Bencana Pergeseran Tanah di Tasikmalaya

Daerah

Arus Balik Masih Padat, KAI Daop 6 Yogyakarta Berangkatkan Hampir 20 Ribu Penumpang di H+11 Lebaran

Berita Unggulan

Jelang Imlek, Kota Semarang Bertabur Lampion