KOTA YOGYA, voicejogja.com – Kepala Kantor Kementrian Agama (Kemenag) Kota Yogyakarta Ahmad Shidqi menghimbau untuk menghormati tradisi yang ada di pondok pesantren. Hal itu dinyatakan Ahmad Shidqi ditemui usai melakukan Jumpa Pers di Ruang Rapat Dinas Komunikasi, Informatika dan Persandian (Kominfosan) Kota Yogyakarta, Kamis (16/10/2025) siang.
“Di pesantren, ada tradisi yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Misalnya dituduh feodal. Lah..jika masyarakat pesantren tidak merasa itu feodal, lalu ukuran feodal menurut siapa?,” tanya Ahmad Shidqi.
“Untuk itu, terkait tayangan di Trans7 dengan program Xpose yang dinilai melecehkan Kiai Anwar Manshur dari Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Maka, kami secara pribadi mengajak masyarakat Kota Yogya untuk menghormati tradisi yang ada di pesantren,” ujarnya.
Dituturkan Ahmad Shidqi, di pondok pesantren terdapat kultur takzim atau menghormati para guru. Yang notabene adalah pemberi ilmu. Dari sini ada hubungan guru-murid. Dan, menghormati orangtua, guru dalam konteks moral, etika, attitude kan selaras dengan Budaya Timur.
“Di Jepang saja yang sudah super maju, budaya membungkuk kepada orang lain sebagai penghormatan masih lestari. Apa lagi ini di pesantren sebagai lembaga pendidikan, maka otomatikeli budaya menghormati diterapkan dan dipraktekan,” terangnya.

Kepala Kantor Kementrian Agama (Kemenag) Kota Yogyakarta Ahmad Shidqi saat diwawancarai.
Menurut kacamata orang luar, di pondok pesantren hidup dua kultur: Takzim dan feodalisme. Keduanya seringkali menyatu dan ketika masyarakat Muslim semakin modern dan berpikir makin kritis, batasan keduanya mulai dipertanyakan.
Masalahnya, karena banyak kyai-ulama tanpa sadar menikmati penghormatan itu tanpa mengikis unsur feodalismenya.
Untuk mengembalikannya pada jalur yang benar, karenanya, pesantren perlu memisahkan mana adab-takzim, mana feodalisme. Adab dalam ilmu dan takzim ke guru-ulama adalah ajaran Islam, feodalisme adalah tradisi Jawa dan Eropa.
Takzim pada guru-ulama hanya karena satu alasan: Ilmu dan akhlaknya, atau otoritas ilmu dan integritasnya. Penghormatan karena status dan keturunannya, apalagi berlebihan, adalah feodalisme. Islam tak mengajarkan penghormatan pada manusia karena status, keturunan dan kekayaannya. Bukankah yang di lihat Allah SWT hanya ketakwaannya? (Mbah M)
Editor : Mukhlisin Mustofa/Red



















