Breaking News

Home / Ekonomi / Opini

Jumat, 10 Oktober 2025 - 01:19 WIB

Koperasi Merah Putih (Bukan) Ancaman Badan Usaha Milik Desa

Ilustrasi gedung Koperasi Desa Merah Putih.

Penulis: ET Hadi Saputra | Editor: Mukhlisin Mustofa

Koperasi Merah Putih bukan koperasi biasa tapi ‘Gurita’ rantai pasok berwajah pemberdayaan! Beberapa waktu lalu, Presiden Prabowo Subianto meluncurkan sebuah inisiatif bernama Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP).

Pemerintah dengan gegap gempita menyebut ini adalah program strategis nasional (PSN) untuk memperkuat ekonomi kerakyatan. Mereka klaim ini adalah koperasi modern yang didukung penuh oleh negara dan BUMN raksasa.

Saya harus katakan setelah mencermati kiriman draft buku sakunya, klaim itu benar. Koperasi Merah Putih ini bukan koperasi biasa. Sama sekali tidak sama dengan koperasi yang didirikan dari inisiatif akar rumput sejati—bukan koperasi petani yang saya kenal, apalagi koperasi pengusaha rumah makan Padang yang tumbuh dari keringat sendiri.

KDMP/KKMP ini adalah “makhluk” hibrida yang lahir dari sinergi birokrasi, BUMN, dan bank-bank pelat merah. Ini adalah alat canggih untuk memindahkan dan mengunci rantai pasok barang strategis nasional hingga ke level desa. Dan karena didukung oleh Inpres, PMK, dan segudang peraturan menteri lainnya, dia memiliki kekebalan luar biasa—dan kekuatan untuk menelikung pemain-pemain lokal yang sudah lebih dulu berdarah-darah. Inilah beberapa hal yang membuat Koperasi Merah Putih ini sama sekali tidak sejalan dengan jiwa koperasi sejati ala Bung Hatta.

Apa yang Merampas Hak Anak Kandung Lokal? Koperasi yang sejati seharusnya tidak mematikan inisiatif usaha yang sudah ada. Namun, KDMP/KKMP ini berpotensi besar merampas hak hidup tiga entitas lokal: BUMDes, Koperasi Petani dan UMKM.

Mencaplok Ruang Hidup BUMDes dan UMKM

Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP) didirikan dengan mandat untuk menjalankan unit usaha wajib yang merupakan barang/jasa strategis: penyediaan sembako, LPG 3 kg, pupuk, apotek/klinik, logistik, dan agen Laku Pandai.

Perang melawan BUMDes: Kini, di setiap desa/kelurahan, KDMP akan hadir sebagai kompetitor langsung BUMDes. Sementara BUMDes harus kreatif mencari usahanya sendiri, KDMP datang dengan modal Rp3 Miliar per unit (maksimal pinjaman) dan pasokan barang yang terjamin dari Pertamina, Bulog, Pupuk Indonesia, dan Kimia Farma.

Siapa yang akan menang antara jagoan lokal yang bermodal pas-pasan (BUMDes) melawan jawara nasional yang disuntik dana besar dari APBN dan didukung BUMN?

Menghimpit Ritel Lokal: Kedatangan KDMP berpotensi langsung mematikan warung-warung kecil, toko kelontong, dan UMKM ritel yang sudah lama menjadi tulang punggung perekonomian desa. Koperasi yang seharusnya jadi payung bagi UMKM, kini malah menjadi predatornya.

Menjerat Koperasi Petani dan Petani Mandiri

Koperasi sejati bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya. Tapi KDMP datang dengan klaim sebagai kios pupuk dan pangan strategis. KDMP menjadi satu-satunya jalur resmi penyaluran barang bersubsidi ke tingkat desa/kelurahan. Ini bukan kemitraan ala Hatta yang saling menguatkan, melainkan penunjukan sebagai perpanjangan tangan BUMN. Koperasi petani yang sudah beroperasi harus tunduk atau digilas oleh rantai pasok yang dikendalikan oleh KDMP.

Baca Juga:  Masuki Masa Panen Raya, BULOG Yogyakarta Siap Serap Gabah Petani Rp6.500 Per Kg

Apa yang Tidak Sesuai dengan Jiwa Koperasi Sejati?

Koperasi ala Bung Hatta berprinsip pada kemandirian, inisiatif, dan kepemilikan penuh anggota. KDMP/KKMP justru mencederai prinsip-prinsip ini.

Pertama, Koperasi ‘Kucing dalam Karung’. Koperasi Merah Putih ini menerima Pinjaman dari bank (Himbara/BSI) hingga Rp3 Miliar. Dan, yang paling mencengangkan didukung oleh Dana Desa atau DAU/DBH sebagai “penjaminan”.

Piutang pemerintah bukan dana bersama. Jika koperasi gagal bayar, Pemerintah Desa/Daerah akan dipaksa menanggung utang itu dengan menempatkan Dana Desa atau DAU/DBH ke rekening pembayaran pinjaman. Dana yang seharusnya digunakan untuk rakyat, kini dijadikan “kartu penyelamat” untuk koperasi yang gagal. Ini melanggar prinsip kepemilikan anggota. Namun yang bertanggung jawab adalah desa itu sendiri.

Kedua, Birokratisasi yang Kaku. Koperasi sejati lahir dari kebutuhan anggota. KDMP/KKMP lahir dari Instruksi Presiden. Seluruh prosesnya diatur secara rinci dan kaku oleh birokrasi, wajib mendapatkan persetujuan tertulis dari Kepala Desa/Lurah dan Bupati/Walikota untuk mengajukan pinjaman. Ini melemahkan otonomi pengurus dan membuat mereka menjadi sekadar perpanjangan tangan pemerintah.

Peringatan: Jaga Jarak, Jalin Kerja Sama untuk Koperasi yang Sudah Mandiri

Jika Anda adalah pengurus Koperasi Karyawan yang sudah makmur, atau Anda adalah bagian dari ekosistem finansial independen seperti Koperasi Danakitri (Universitas Padjajaran Bandung), maka pesan saya hanya satu: Jangan Ikutan!

Struktur KDMP/KKMP yang sarat birokrasi, mengandalkan suntikan pinjaman berjaminan APBD/Dana Desa, dan didikte oleh rantai pasok BUMN, sama sekali tidak cocok dengan jiwa koperasi Anda yang sudah mandiri. Kesuksesan Anda terletak pada autonomi dan inisiatif anggota. Jika Anda meleburkan diri ke dalam skema KDMP/KKMP, Anda hanya akan menjadi ban serep dari sebuah mesin birokrasi raksasa.

Satu-satunya peluang yang sehat bagi Koperasi Rumah Makan Padang Indonesia, Koperasi Warteg yang sudah ada dan Koperasi yang potensi besar seperti Danakitri (Koperasi Alumni Unpad) adalah bekerja sama.

Jalinlah kemitraan bisnis yang setara, di mana Anda menjadi mitra penyedia atau pembeli yang setara. Jangan pernah mengubah status hukum atau meleburkan diri. KDMP/KKMP ini adalah alat untuk yang belum punya, bukan untuk yang sudah berlayar dengan gagah. Jangan sampai kapal Anda yang sudah kokoh malah diikat ke kapal tunda negara yang pergerakannya lambat dan penuh risiko birokrasi.

Koperasi Merah Putih ini adalah cerminan dari intervensi negara yang terlalu dalam di tingkat mikro. Ini adalah rekayasa pasar yang dikendalikan dari atas, bukan pertumbuhan organik dari bawah. Ini adalah koperasi negara, bukan koperasi rakyat. Dan itu adalah perbedaan mendasar dari semangat kemandirian yang diimpikan Bung Hatta. (*)

Share :

Baca Juga

Berita

Ciptakan Iklim Investasi yang Kondusif dan Sesuai Tata Ruang, Wujud Komitmen Pemkab Sleman

Berita Unggulan

Jogjavaganza 2025 Jadi Ruang Kolaborasi, Pariwisata Yogyakarta Makin Dilirik

Berita Unggulan

Kapolda DIY Lakukan Panen Jagung dan Serahkan Alat Mesin Pertanian di Kulon Progo

Berita

Bupati Sleman Harda Kiswaya Dorong Anggota Forum Danarta Sleman Tertib Administrasi Keuangan

Berita Unggulan

Interregnum Prancis: Blokade Jalan Jadi Cermin Krisis Demokrasi Modern

Berita

Para Penyintas Gaza Hadapi Jalan Panjang untuk Pulih dari Luka Psikologis

Berita Unggulan

KKP Inisiasi RPerpres Gemarikan untuk Perkuat Kedaulatan Pangan Nasional

Berita

Program Padat Karya Irigasi Dorong Swasembada Pangan, Petani Sumatera Selatan Kini Panen 3 Kali Setahun