SLEMAN, voicejogja.com – Lurah Tegaltirto Sarjono terjerat kasus Tindak Pidana Korupsi (TPK) atas dugaan penyelewengan Tanah Kas Desa (TKD). Lahan seluas 6.650 meter persegi di Dusun Candirejo, Tegaltirto, Berbah, Sleman yang seharusnya berstatus TKD, diubah menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama pribadi.
Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY Herwatan membenarkan adanya kasus tersebut. Bahkan, Kejati DIY telah melakukan penahanan terhadap tersangka atas nama Sarjono pada Kamis (12/9/2025) siang setelah memperoleh bukti yang cukup.
Menurutnya, secara kronologis kejadian bermula sejak puluhan tahun lalu. Tepatnya saat Sarjono belum menjadi lurah dan masih menjabat sebagai Dukuh Candirejo dari tahun 2002-2020. Pada tahun 2010, Sarjono terlibat menjadi anggota Tim Inventarisasi Kring Candirejo. Ia kemudian bekerjasama dengan Carik Kalurahan Tegaltirto inisial TB yang masih berstatus sebagai saksi dalam kasus ini.
Telah menghilangkan aset TKD Persil 108 dengan alasan tanahnya kebanjiran sehingga dicoret dari Legger dan data Inventarisasi TKD,” ujar Herwatan saat dikonfirmasi, Jumat (12/9/2025).

Lurah Tegaltirto Sarjono saat digelandang petugas keluar dari Kantor Kejati DIY.
Dengan alasan tanah kebanjiran itu, Sarjono kemudian tidak memasukkan persil 108 ke dalam Laporan Daftar Inventarisasi Tanah Kas Desa (TKD) Kalurahan Tegaltirto Tahun 2010.
“Persil 108 dihilangkan dalam laporan, dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan cara menguasai tanah tersebut,” paparnya.
Cara Sarjono menguasai lahan tersebut adalah dengan memanfaatkan proses turun waris dan konversi waris dari warganya. Lahan TKD 6.650 meter tersebut semuanya telah berubah menjadi SHM. Informasi yang ia dapatkan, semuanya terbagi menjadi tiga SHM atas nama Sarjono.
“Dua SHM sudah terjual,” tandasnya.
SHM Nomor 2883 dengan luas 1.747 meter persegi dijual seharga Rp 1.1 miliar. Sedangkan SHM Nomor 5000 yang belum tercantum luasannya, dijual seharga Rp300 juta.
Kedua bidang tanah tersebut kemudian beralih kepemilikan kepada Yayasan Yeremia Pemenang yang beralamat di Meruya Selatan, Jakarta Barat. Dari transaksi itu, Sarjono diduga mendapatkan keuntungan pribadi dalam jumlah besar.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Inspektorat Provinsi DIY, penyalahgunaan tanah kas desa Persil 108 menimbulkan kerugian keuangan bagi Pemerintah Kalurahan Tegaltirto sebesar Rp733.084.739,00. Nilai ini tercantum dalam laporan resmi Inspektorat dengan Nomor X.700/56/PM/2025 tertanggal 23 Mei 2025.
Perbuatan Sarjono juga dinilai melanggar sejumlah aturan penting mengenai pengelolaan tanah desa dan tanah kasultanan, di antaranya:
• Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Kekayaan Desa.
• Peraturan Gubernur DIY Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Tanah Kas Desa.
• Peraturan Daerah DIY Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Tanah Kasultanan dan Kadipaten.
• Peraturan Gubernur DIY Nomor 34 Tahun 2017 tentang pemanfaatan tanah kas.
“Dari 6.650 meter persegi itu yang dijual baru dua SHM, jadi tidak habis masih ada sisa. Sisanya sudah diubah menjadi hak milik namun belum terjual,” jelasnya.
Kasus tersebut muncul karena adanya laporan dari masyarakat. Kemudian, didukung dengan adanya hasil pemeriksaan dan pendalaman dari Inspektorat DIY. Di lahan tersebut terdapat bangunan yang sudah berdiri. Karena proses penyidikan masih berjalan, tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain selain Sarjono.
“Dari persidangan nanti bisa dibuka kembali, apabila ada orang lain yang terlibat. Jadi tidak menutup kemungkinan untuk mnetapkan tersangka lain,” tandasnya.
Perbuatan tersangka, Sarjono melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. Subsidiair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.
“Acaman hukuman dengan pidana penjara lebih dari lima tahun,” tandasnya.
Untuk mempercepat proses penyidikan terhadap Sarjono, dilakukan penahanan selama 20 hari di Lapas Kelas IIA Yogyakarta. Mulai 12 September hingga 1 Oktober 2025.
“Penahanan dilakukan agar proses penyidikan berjalan lancar sekaligus untuk mencegah tersangka melarikan diri, merusak barang bukti, atau mengulangi tindak pidana yang sama,” tegas dan pungkas Herwatan dalam keterangan resminya di Kantor Kejati DIY pada Jumat 12 September 2025. (Mbah M)
Editor: Mukhlisin Mustofa/Red




















