Breaking News

Home / Berita / Budaya / Wisata

Kamis, 16 Oktober 2025 - 13:35 WIB

Sesaji Selaras Malioboro

YOGYAKARTA, voicejogja.com – Yayasan Taman Sesaji Nusantara dan jejaring antar komunitas serta entitas lain di Yogyakarta bersama-sama membangun atmosfer Malioboro semakin selaras dan lekat dengan identitas kebudayaan.

Sesaji telah melekat dan mendapat tempat khusus sebagai sesuatu yang keramat (suci) di masyarakat Yogyakarta dan masyarakat Asia Tenggara Kepulauan.

“Hari ini perlu menghadirkan kembali Sesaji Selaras Jagat. Sesaji sebagai identitas kesakralan dan kekeramatan suatu tempat dalam membangun etika, moral dan sopan-santun pada tempat tersebut beserta situasi sosialnya,” kata Arif Ndoroklentheng yang juga Ketua Harian Taman Sesaji Nusantara, saat ditemui usai melakukan ritual sesaji, Rabu (15/10/2025) sore di Kawasan Malioboro.

Peletakan sesaji di Tengah Titik Nol Kilometer Kawasan Malioboro Kota Yogyakarta.

Malioboro sebagai jantung sosial, pariwisata, indikator kedamaian dan identitas seni-budaya Yogyakarta adalah ruang yang representatif untuk mengawali menghadirkan kembali Sesaji Selaras Jagat.

“Kedepan perlu dikemas dan dirapikan lagi dengan membentuk Bregodo Sesaji untuk mendapatkan esensi sakralitasnya,” ucap Hangno Hartono, budayawan Yogyakarta sekaligus Pembina Yayasan Taman Sesaji Nusantra.

Baca Juga:  Lampah Sesaji Rabuk Ayem Nagari

Setelah selesai melakukan Ritual Selaras Jagat, di Titik Nol, dengan meletakkan Tumpeng Pancabhuta di papat keblat, kalima pancer Tumpeng Panchabhuta dan Sekar Pramuditha. Para pelaku ritual yang dipimpin Ketua Umum Yayasan Taman Sesaji Nusantara Eko Hand, melanjutkan meletakkan nyala dupa kemenyan di sepuluhan titik di sepanjang jalan Malioboro.

Selama ini sesaji memang selalu hadir dan mudah di jumpai di titik-tik keramat di Jogja dan seluruh wilayah Asia Tenggara kepulauan.

Dituturkan Eko Hand, Sesaji Selaras Malioboro adalah upaya mengembalikan tradisi keilmuan leluhur di ruang-ruang publik. Representasi (menghadirkan kembali) kekuatan alam semesta untuk mewujudkan harapan-harapan setiap manusia beserta seluruh entitas hidup yang melintas untuk mencapai tujuan dan kebahagiaan hidup.

“Menghadirkan kembali tradisi puja dan sepata (tuah dan tulah/kutukan), yang berniat baik akan mendapatkan kebahagiaan. Yang berinat buruk akan mendapatkan tulah/kutukan,” ucapnya. (*)

Editor : Mukhlisin Mustofa/Red

Share :

Baca Juga

Agama

Lakukan Safari Jumat di Masjid Baiturrakhim Sumberejo Tempel, Danang : Makmurkan Masjid dan Jaga Lingkungan

Berita Unggulan

Riset UGM dan BRIN Buktikan Aqua Berasal dari Sistem Sumber Air Pegunungan

Berita

Puncak Peringati Hari Kunjung Perpustakaan Tahun 2025, DPK Sleman Beri Apresiasi Pegiat dan Pengunjung Perpustakaan Berprestasi

Berita

Pemkab Sleman dan BSI Sepakat Jalin Kerja Sama Tingkatkan Literasi Keuangan Syariah

Berita

BBWSSO Tutup Akses bagi Jurnalis, Bentuk Baru Arogansi Kekuasaan?

Berita

Eksplorasi Warna dalam Lapisan Waktu, ‘Interval Palimpsest’ Hadir di Artotel Suites Bianti Yogyakarta

Wisata

Wamenpar Tekankan Gerakan Wisata Bersih Sebagai Komitmen Pemerintah untuk Pariwisata Berkelanjutan

Berita

Mahasiswa KKN Tematik Universitas Alma Ata Lakukan Pendampingan Digitalisasi UMKM di Desa Trisobo